PENGARUH PARITAS TERHADAP KEJADIAN KANKER SERVIKS
UTERI (LEHER RAHIM) DI 6 RUMAH SAKIT
INDONESIA TAHUN 2006
(Berdasarkan Studi Assessment Faktor Resiko Kanker Serviks Tahun 2006)
(Manuskrip)
TESIS
CAHYA EDI PRASTYO
1106118312
Abstrak
Nama : Cahya Edi Prastyo
Program Studi : S2 Epidemiologi
Judul : Pengaruh Paritas Terhadap Kejadian Kanker Serviks Uteri (Leher Rahim)
di 6 Rumah Sakit Indonesia Tahun 2006
Kanker serviks uteri masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kejadian kanker serviks
uteri sebesar 12,6/100000 wanita dan angka kematiannya sebesar 7,0/100000
wanita (IARC, 2008) . Hal ini
dimungkinkan karena faktor resiko yang masih belum tertangani di masyarakat.
Multi paritas (khususnya paritas > 4 kali) atau jumlah melahirkan
pada wanita sebagai salah satu faktor resiko kanker serviks uteri ternyata
masih tinggi di masyarakat. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh paritas >
4 kali terhadap kejadian kanker serviks uteri di 6 rumah sakit Indonesia.
Penelitian dilakukan dengan desain kasus kontrol berbasis rumah sakit, dengan
sampel sebanyak 364 wanita yang telah dipasangkan berdasarkan asal rumah sakit
dan umur interval 10 tahun. Analisis multivariat menggunakan
conditional logistic regression.
Hasil menunjukkan bahwa paritas > 4 meningkatkan resiko kanker
serviks uteri OR: 1,85 ; CI 95% (1,14 -3,02). Oleh karenanya usaha untuk
pengembangan program yang dapat membatasi kelahiran seperti program Keluarga
berencana akan membantu menurunkan terjadinya kasus serviks
uteri.
Kata Kunci :
Kanker Serviks, Paritas,
perilaku seksual
Kepustakaan :
49 (1982-2011)
ABSTRACT
Name : Cahya Edi
Prastyo
Program : Post Graduate of Epidemiology
Title : Effect of Parity Against Uterine Cervical Cancer at 6 Hospitals in Indonesia 2006.
Uterine cervical cancer is
still a public health problem in Indonesia with incidence rate of 12.6 / 100,000
women and mortality rate 7.0 / 100,000 women. (IARC, 2008). Indonesian mortality rate is still high due
to the risk factors that have not been
handled in community. Multi parity (especially parity > 4) or total
of women giving birth as a risk factor for uterine cervical cancer was still
high. This study aims to determine the effect of parity > 4 to
uterine cervical cancer. The study design is a hospital-based case-control, which
samples were taken from 6 hospitals and then matched by hospital and age
interval of 10 years. Multivariate analysis using conditional logistic
regression shows the parity > 4 increases the risk of uterine
cervical cancer OR: 1.85, CI 95% (1.14
-3.02). Therefore, efforts to develop programs that can limit births as family
planning program will help reduce the occurrence of cases of cervix uteri.
Keywords:
Cervical Cancer, Parity, Sex
Behaviour
References:
49 (1982-2011)
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker serviks uteri atau disebut juga kanker leher rahim adalah
keganasan yang terjadi pada leher rahim (serviks uteri) yang merupakan bagian
terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama (vagina). Salah satu inisiator kanker leher rahim
adalah Human Papilloma Virus (HPV) atau virus papilloma manusia. Ada 2 jenis
HPV yaitu HPV risiko tinggi atau disebut juga HPV Onkogenik yaitu terutama tipe
16, 18 dan 31,33,45,52,58; sedangkan HPV risiko rendah atau HPV non-onkogenik
yaitu tipe 6,11,32 dan sebagainya (DEPKES RI, 2009) .
Kanker serviks uteri merupakan kanker kedua yang paling sering
terdiagnosis pada perempuan.
Berdasarkan data dari Globocan tahun 2008 terjadi 530.232 kasus di dunia dengan
incidence rate 15,2 per 100.000
penduduk wanita adapun angka kematiannya mencapai 7,8 per 100.000 penduduk
wanita (IARC, 2008) . Perkiraan pada tahun 2007 terjadi 555.100 kasus baru di
dunia. Lebih dari 80% kasus terjadi pada negara berkembang. Hal ini terjadi
karena pada negara berkembang ataupun di lain tempat memiliki kemampuan terbatas
dalam pengorganisasian sistem skrining sehingga belum bisa menjangkau
keseluruhan populasi karena membutuhkan lebih banyak infrastruktur dan biaya (Domingo, 2008) serta masih
bervariasinya sosial ekonomi masyarakat (Aziz, 2009) membuat program
pengendalian kanker serviks uteri belum maksimal. Dari populasi di dunia lebih dari 2329,08 juta wanita
usia 15 tahun ke atas terancam menderita
kanker serviks uteri. Saat ini diperkirakan setiap tahun 493.243 wanita
terdiagnosis kanker serviks uteri dan
273.503 mati karena penyakit itu. Dimana angka insidennya adalah 16,2 per 100.000
penduduk wanita dan angka kematiannya adalah 8,9 per 100.000 penduduk wanita (Timely Data
Resources, 2010) .
Berdasarkan data 10
peringkat utama neoplasma ganas menurut data pasien rawat inap dan rawat jalan
di RS se-Indonesia tahun 2006 menunjukkan bahwa kanker serviks uteri berada pada peringkat kedua dengan 11,07%
pada rawat inap dan 19,6% pada rawat jalan (DEPKES RI, 2007) . Apabila
dideteksi pada stadium awal,
kanker serviks uteri invasif merupakan
kanker yang paling berhasil diterapi sebesar
92% untuk kanker lokal (Rasjidi, 2009) .
Proses terjadinya kanker
leher rahim sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia. Masuknya mutagen
atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase
aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel yang berpotensi ganas. Pada saat pra
kanker sering tidak menimbulkan gejala. Bila ada berupa keputihan yang tidak
khas atau perdarahan setitik yang hilang sendirinya. Tahap selanjutnya berupa
keputihan atau keluarnya cairan encer dari vagina yang biasanya berbau,
perdarahan diluar siklus haid, perdarahan sesudah senggama, timbul haid setelah
menopause, nyeri daerah pinggul, dan gangguan buang air kecil. Pemeriksaan
fisik untuk menegakkan diagnosis dapat dengan pemeriksaaan umum dan ginekologis
serta pemeriksaan penunjang untuk menegakkan stadium (DEPKES RI,
2009) .
Ada berbagai faktor yang
meningkatkan kejadian kanker serviks uteri yaitu aktivitas seksual di usia muda,
berganti-ganti pasangan seksual, berhubungan dengan pria berisiko tinggi,
riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul, perempuan melahirkan banyak anak (multi paritas),
sebagai perokok aktif dan pasif, tidak melakukan skrining (Tes Pap/IVA),
defisiensi gizi (Zuraidah, 2001; DEPKES RI,
2009; Oktavia, 2010).
WHO memperkirakan lebih dari setengah juta wanita
meninggal tiap tahunnya dan sekitar 174.000
terjadi di Asia Tenggara. Indonesia yang memiliki penduduk 240 juta dengan 70%
penduduknya hidup di pedesaan serta proporsi wanita setengah dari penduduk
dengan dua per tiganya berada pada usia reproduksi. Dengan kematian ibu di indonesia 45 kali lebih tinggi
dibanding negara berkembang lainnya. Berkaitan dengan itu mengurangi angka kelahiran menjadi
tujuan utama pemerintah Indonesia. Meskipun angka kelahiran berdasarkan data Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 telah menurun menjadi 2,6 tetapi harus lebih
dikurangi lagi. Kenginan untuk memiliki
anak menjadi salah satu faktor yang mendorong wanita tidak mengikuti program
Keluarga Berencana (KB) (Withers, Kano, & Pinatih,
2010) .
Menurut
Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai barang
konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu kegunaan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi
banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan
kepuasan (satisfaction). Secara
ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak
dan selera. Meningkatnya pendapatan
(income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak (Becker, Duesenberry, &
Okun, 1960) . Variasi ekonomi penduduk indonesia berpengaruh pada
keinginan memiliki anak pada sebuah keluarga. Paparan media massa dan
pendidikan berpengaruh pada keinginan seorang wanita memiliki anak. Rendahnya
pengetahuan Ibu karena paparan informasi yang kurang serta rendahnya kemampuan
ekonomi yang membatasi pada akses pelayanan kesehatan membuat seorang Ibu masih
memiliki banyak anak. Anggapan bahwa kepemilikan anak merupakan pilihan
personal dan negara tidak berhak untuk ikut campur yang merupakan dampak dari kurangnya
informasi akan dampak fertilitas pada lingkungan merupakan hal yang sangat
penting (Cammack & Heaton, 2001) . Dalam kaitannya
dengan kesehatan reproduksi, dari penelitian Elizabeth Surbakti (2005)
mengemukakan bahwa wanita yang melahirkan banyak anak atau paritas tinggi
berisiko untuk menderita kanker serviks uteri 2,6 kali lebih tinggi dari wanita yang
mempunyai riwayat paritas rendah (Surbakti, 2005) . Pengaruh hormon
selama hamil, menjadikan perempuan lebih mudah untuk berkembangnya sel kanker,
hal ini dihubungkan dengan proses metaplasia sel serviks uteri , rendahnya daya
imun perempuan saat hamil serta trauma yang disebabkan oleh proses saat
melahirkan. Dampak kelahiran yang tidak hanya pada saat proses melahirkan
tetapi juga dampak jangka panjangnya pada kesehatan reproduksi wanita tersebut,
terkait dengan kejadian kanker serviks uteri
pada wanita merupakan infomasi yang harus diperkuat sehingga seorang
wanita mengerti dan memahami tentang masalah yang akan timbul pada masa
reproduksinya sebagai konsekuensi aktivitas seksual yang dilakukan.
1.2. Rumusan Masalah
Seiring perkembangan perekonomian di Indonesia yang
semakin membaik, masyarakat tumbuh dengan pesat baik dalam bidang kependudukan,
teknologi, informasi, pendidikan, dll. Akan tetapi perkembangan pada masyarakat
masih belum tersebar secara merata ke seluruh wilayah Indonesia. Saat ini
ledakan penduduk merupakan salah satu ancaman terkait dampak sosial ekonomi
yang diakibatkan. Salah satu permasalahan di indonesia adalah masih banyaknya
kemiskinan dan keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan dan fasilitas
umum lainnya menyebabkan sebagian masyarakat tersebut semakin terpuruk (Cammack &
Heaton, 2001) .
Adanya transisi penyakit di Indonesia ditandai dengan
berkembangnya penyakit tidak menular. Penyakit kanker khususnya kanker serviks
merupakan penyakit kedua terbesar sekaligus sebagai salah satu penyebab
kematian pada wanita. Berdasarkan studi yang dikembangkan diketahui bahwa
perilaku seksual menjadi salah satu faktor resikonya. Oleh karenanya perhatian
kepada perilaku seksual khususnya jumlah paritas seorang ibu bisa menjadi salah
satu usaha menekan kejadian kanker serviks uteri. Akan tetapi pelaksanaan
pengembangan program terkait salah satunya program Keluarga Berencana, masih
berkembangnya ideologi lama yang merugikan seperti “banyak anak, banyak rejeki”
serta secara alamiah anak sebagai salah satu kebutuhan biologis manusia
sehingga memacu bagi keluarga yang memiliki tingkat ekonomi membaik untuk
menambah anak di keluarga mereka. Walaupun
program KB yang digaungkan mulai pada orde baru berhasil mengurangi laju
kelahiran total/ total fertility rate
(TFR) akan tetapi masih harus diperkuat lagi (Withers, Kano, & Pinatih,
2010) .
Ketimpangan informasi pada wanita khususnya mengenai
kesehatan reproduksinya membuat mereka tidak sadar akan bahaya dibalik
aktivitas seksual yang mereka miliki. Salah satu bahaya pada kesehatan
reproduksi wanita adalah kanker serviks uteri atau kanker leher rahim. Kanker ini beberapa
diantaranya terjadi akibat infeksi HPV onkogenik dan aktivitas seksual. Paritas wanita dapat berisiko mempermudah terjadinya
infeksi HPV yang nantinya akan menjadi inisiator kanker. Mengingat sangat
berbahayanya penyakit ini yang dibarengi dengan angka kematian yang tinggi bagi
yang terlambat (stadium mencapai kanker invasif), sangatlah perlu untuk
dilakukan penindaklanjutan dengan pengembangan program yang mampu untuk mengendalikan
kejadian kanker serviks uteri.
1.3.Pertanyaan
Penelitian
Bagaimana pengaruh paritas terhadap kejadian kanker
serviks uteri (leher rahim).
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1.
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh paritas wanita terhadap kejadian
kanker serviks uteri .
1.4.2.
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui
pengaruh jumlah paritas > 4 kali terhadap kejadian kanker serviks
uteri.
2.
Mengetahui
pengaruh jumlah paritas > 4 kali terhadap kanker serviks uteri setelah dilakukan pengontrolan pada faktor
lainnya.
2.
KERANGKA TEORI
Dari penelusuran kepustakaan dibuat kerangka teori
sebagai berikut:
Sumber: (Colditz & Stein, 2004; DEPKES RI,
2007; Giuliano, 1998; Fanceshi, et al., 2009; Sjamsuddin, 2001; Regateiro &
Coimbra, 2001)
Gambar 1. Kerangka Teori
3.
METODE PENELITIAN
3.1 Desain
Penelitian
Desain studi dalam penelitian ini adalah desain kasus
kontrol. Karena pada penelitian ini mengkaji penyakit yang jarang. Studi kasus
kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara
paparan dan penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok
kontrol berdasarkan status paparannya (Murti, 1995) .
3.2 Waktu dan Lokasi
Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari hasil
assessment faktor resiko kanker serviks uteri
yang dilakukan selama 3 bulan dari Mei sampai dengan Juli 2006. Kegiatan
dilaksanakan di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Kanker Dharmais Jakarta, RS
Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. Kariadi Semarang, RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan
Rs Soetomo Surabaya (DEPKES RI, 2006) . Data tersebut kami
analisis pada Bulan November hingga
Desember 2012.
3.3
Populasi
dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target adalah wanita usia > 17 tahun di 6 rumah
sakit di Indonesia.
Populasi studi adalah wanita usia > 17 pasien atau
pengunjung dibagian ginekologi di 6 Rumah Sakit.
3.3.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian ini adalah semua wanita yang menjadi
responden assessment faktor resiko
kanker serviks uteri di RSUP Cipto
Mangunkusumo Jakarta, RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung, RS
Dr. Kariadi Semarang, RS Soetomo Surabaya dan RS Dr. Sardjito Yogyakarta, baik
pada kelompok kasus maupun kontrol yang memiliki informasi yang lengkap baik
variabel independen maupun dependennya. Responden yang dikeluarkan dalam
penelitian ini adalah responden yang memiliki informasi tidak lengkap. Sehubungan
jumlah kasus dan kontrol yang berbeda tiap rumah sakit dan diketahui bahwa
faktor umur merupakan faktor yang memiliki pengaruh kuat terhadap kejadian
kanker serviks uteri, oleh karenanya sampel akan di matching berdasarkan umur
10 tahunan, dan asal rumah sakit.
Berdasarkan perhitungan besar sampel dengan derajat
kemaknaan 95% dan kekuatan uji sebesar 90% didapatkan responden sebesar 170
pasangan yang sepadan atau total sampel minimal adalah 340 orang. Dalam
penelitian besar sampel total adalah 364 orang atau 182 pasangan.
3.4 Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Assessment faktor resiko kanker leher rahim dan kanker payudara
pada 6 rumah sakit di 5 provinsi di Indonesia yang dilakukan oleh Sub
Direktorat Penyakit Kanker, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular,
DITJEN PP & PL Kemetrian Kesehatan Indonesia tahun 2006. Data didapatkan
setelah dilakukan permohonan ijin serta mengajukan proposal penelitian ke Sub
Direktorat Penyakit Kanker, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
3.5 Analisis
Data
1. Analisis
Univariat
Analisis dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi,
besarnya proporsi dari variabel pada kasus dan kontrol yang diteliti dan
disajikan secara deskriptif.
2.
Analisis
Bivariat
Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen (faktor resiko) dengan variabel dependen (kanker serviks
uteri). Analisis ini dilakukan dengan uji chi square dengan interval
kepercayaan 95%. Karena pada uji bivariat merupakan usaha menyaring variabel
yang akan masuk ke uji multivariat adapun persyaratan bagi variabel yang akan
masuk ke model multivariat adalah variabel yang memiliki p value < 0,25.
3.
Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melakukan
pengontrolan faktor perancu pada pengaruh variabel utama terhadap outcome. Walaupun dilakukan matching
berdasarkan variabel umur, pada penelitian yang menggunakan desain kasus
kontrol tidak dapat menghilangkan pengaruh confounding
oleh karenanya harus dilibatkan dengan analisis yang sesuai. Adapun analisis
yang digunakan dalam pengolahan ini adalah analisis multivariat conditional regresi logistik. Dimana
analisis ini dipilih karena outcome
merupakan data kategorik dan dalam tahap desain dilakukan matching. Adapun matching perlu
dilakukan karena variabel umur merupakan variabel dominan yang memiliki
pengaruh lebih besar dibanding dengan variabel utamanya yaitu Paritas atau
jumlah melahirkan.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2. Alur Pemilihan Responden Penelitian
Keterangan: Ka:
Kasus Kanker serviks uteri
Ko:
Kontrol bukan kanker serviks uteri
Pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang
berasal dari assessment kanker serviks di 6 rumah sakit di Indonesia tahun
2006. Adapun rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo
Jakarta (RSCM), Rumah Sakit Dr. Kariyadi
Semarang (RS Kariyadi), Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS), Rumah Sakit
Dharmais Jakarta (RS Dharmais), Rumah Sakit Soetomo Surabaya (RS Soetomo),
Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta (RS Sardjito). Adapun dalam data ternyata masih
ada missing data sehingga tidak bisa
diolah karena keterangan yang tidak lengkap terkait variabel yang ingin
diteliti. Permasalahan kedua adalah jumlah kasus dan kontrol yang tidak setara
di setiap rumah sakit, apabila dibiarkan bisa mendorong untuk kontrol tidak representatif
(asal kasus dan kontrol berbeda). Sebelum dilakukan studi juga diperoleh
informasi bahwa umur merupakan salah satu variabel yang memiliki pengaruh yang
lebih besar dibanding dengan variabel utamanya, oleh karenanya perlu dilakukan pengontrolan.
Untuk umur (interval 10 tahun) dan asal rumah sakit akan dikontrol dalam desain
dengan melakukan matching individual
(1:1). Matching lebih ditujukan untuk
efisien statistik.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
|
Frekuensi
|
Persen %
|
|
Status kanker servik uteri
|
Kasus
|
182
|
50,0
|
Kontrol
|
182
|
50,0
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
|
Asal Rumah Sakit
|
RS Soetomo
|
86
|
23,6
|
RSHS
|
50
|
13,7
|
|
RS Sardjito
|
50
|
13,7
|
|
RS Dr. Kariyadi
|
34
|
9,3
|
|
RSCM
|
126
|
34,6
|
|
RS Dharmais
|
18
|
4,9
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
|
Umur responden
|
>
30
|
10
|
2,7
|
30-39
|
78
|
21,4
|
|
40-49
|
156
|
42,9
|
|
>49
|
120
|
33,0
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
|
Suku
|
Jawa
|
221
|
60,7
|
|
Bukan Jawa
|
143
|
39,3
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
Pekerjaan*
|
IRT
|
258
|
70,9
|
|
PNS
|
47
|
12,9
|
|
Pegawai
swasta
|
23
|
6,3
|
|
Buruh
|
11
|
3,0
|
|
Lain-lain
|
25
|
6,9
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
Pendidikan
|
Pendidikan Dasar
|
220
|
60,4
|
|
Pendidikan Lanjut
|
144
|
39,6
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
Status Perkawinan*
|
Kawin
|
356
|
98,8
|
Tidak
kawin
|
8
|
2,2
|
|
Total
|
364
|
100
|
|
Pendapatan Keluarga
|
100
rb-1 jt
|
248
|
68,1
|
>1
juta - 2 juta
|
86
|
23,6
|
|
>
Juta - 3 juta
|
14
|
3,8
|
|
>
3 juta
|
16
|
4,4
|
|
Total
|
364
|
100,0
|
Berdasarkan status ekonominya, responden sebagian besar
memiliki pekerjaan utamanya Ibu rumah tangga atau tidak bekerja sejumlah 258
orang atau 70,9% dari keseluruhan responden. Apabila dilihat dari status
pendidikannya responden sebagian besar hanya sampai SD dan atau SMP (Pendidikan
dasar) sebesar 220 orang atau 60,4 %
dengan pendapatan keluarga kurang dari atau sama dengan 1 juta rupiah perbulan
sebanyak 248 responden atau 68,1%. Apabila dilihat dari status perkawinanya
sebagian besar wanita dalam status kawin (menikah) sebesar 356 orang atau 98,9%
dari keseluruhan responden.
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa dari 5 provinsi
yang diteliti responden paling banyak berasal dari jakarta sejumlah 144 orang
atau sebesar 35,4% dari keseluruhan responden. Adapun responden paling banyak
diambil dari Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta sebesar 34,6 % (126
orang).
Sebagian besar responden berumur antara 40 tahun sampai
dengan 49 tahun sejumlah 156 orang (42,9 %) atau 78 penderita kanker serviks
dan 78 bukan penderita. Sehubungan penelitian dilakukan di pulau jawa sebagian
besar responden merupakan suku jawa sejumlah 221 orang atau 60,7% dari
keseluruhan responden.
Tabel 5. Variabel Kandidat Analisis Multivariat
Variabel
|
OR
|
P value
|
IK 95%
|
|
Batas bawah
|
Batas atas
|
|||
Paritas*
|
1,76
|
0,011
|
1,13
|
2,74
|
Suku
|
1,28
|
0,283
|
0,84
|
1,96
|
Pendidikan*
|
3,11
|
0,000
|
2,00
|
4,83
|
Pendapatan*
|
1,66
|
0,024
|
1,06
|
2,60
|
Riwayat kanker keluarga*
|
0,66
|
0,236
|
0,34
|
1,30
|
Kebiasaan merokok*
|
2,07
|
0,147
|
0,76
|
5,64
|
Umur hubungan seks pertama
kali*
|
2,14
|
0,001
|
1,37
|
3,32
|
Pengguna pil
KB (estrogen) *
|
2,46
|
0,001
|
1,49
|
4,08
|
Umur pertama
haid
|
0,81
|
0,347
|
0,53
|
1,23
|
Jumlah
partner sex *
|
1,37
|
0,210
|
0,83
|
2,20
|
Riwayat Pap smear*
|
0,36
|
0,000
|
0,21
|
0,59
|
Ada 9 variabel yang nantinya akan ikut dalam analisis multivariat yaitu
paritas, pendidikan, pendapatan, riwayat kanker keluarga, kebiasaan merokok,
umur hubungan seks pertama kali, penggunaan pil KB estrogen, jumlah partner
seks dan riwayat pap smear. Sedangkan variabel yang tidak masuk dalam model
adalah suku, dan umur pertama haid.
Tabel 6. Model Akhir Hubungan Paritas Dengan Kejadian Kanker Serviks
Variabel
|
OR
|
P Value
|
95% CI
|
Riwayat Pap smear
|
0,32
|
<0,001
|
0,18 – 0,53
|
Paritas
|
1,85
|
0,021
|
1,13 - 3,02
|
Pemakaian pil KB
(Estrogen)
|
2,60
|
<0,001
|
1,52 - 4,45
|
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa paritas
berhubungan dengan kejadian kanker serviks dengan OR 1,85 yang berarti wanita
yang melahirkan > 4 beresiko 1,85
kali untuk menderita kanker serviks uteri dibandingkan wanita yang
melahirkan < 3 adapun interval kepercayaan 95% sebesar 1,13 - 3,02.
Odds wanita yang memakai pil KB > 5 tahun 2,6 kali lebih besar untuk
menderita kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak memakai pil KB <
5 tahun dengan interval kepercayaan 95% sebesar 1,52 - 4,45. Serta Odds wanita yang pernah periksa
pap smear 0,32 kali untuk menderita kanker serviks dibandingkan dengan wanita
yang tidak pernah periksa pap smear dengan interval kepercayaan 95% sebesar
1,52 - 4,45.
Tabel 7. Penghitungan Dampak Potensial Pencegahan
Melahirkan > 4 Terhadap Kejadian Kanker Serviks Uteri Tahun 2006
Nama Variabel
|
OR
|
EFe
|
Pe
|
EF
|
Paritas
|
1.85
|
0,46
|
0,4
|
0,184
|
Dari tabel diatas diketahui bahwa EFe sebesar 0,46 (46%) yang berarti bahwa
probabilitas paritas > 4 untuk menyebabkan penyakit kanker serviks
sebesar 46% atau bila dilakukan pengendalian agar wanita membatasi kelahirannya
sehingga melahirkan kurang dari 4 kali, akan mengurangi jumlah kasus sampai
dengan 46%. AFe merupakan ukuran yang hanya dipengaruhi oleh OR atau tidak
memperhitungkan proporsi pajanan di populasi.
Apabila dilakukan estimasi tentang proporsi pajanan di
populasi berdasarkan data pada studi ini didapatkan proporsi pajanan di
populasi sebesar 0,4. Jadi etiologic
fraction (dihitung dengan perhitungan 4.11) sebesar 0,184 (18,4%). Adapun
kejadian kanker serviks uteri di populasi yang bisa dikurangi bila wanita
membatasi kelahirannya sehingga tidak lebih dari 3 kali sebesar 18,4%.
Sehubungan penelitian ini bukan population based , oleh karenanya EF hanya merupakan estimasi
yang berdasarkan pada distribusi sampel bukan keadaan yang sebenarnya di
populasi.
Pengaruh
paritas terhadap kanker serviks uteri
Kanker serviks uteri terdiri dari beberapa jenis yaitu squamous cell carcinoma (SCC), adenocarcinoma
(AC) dan adenosquamous carcinoma dan beberapa jenis kanker lainnya yang sangat
jarang. Adapun prevalensi kasus kanker serviks lebih dari 80% merupakan kasus
SSC. Faktor resiko pada SCC ternyata berbeda bila dibandingkan dengan AC, dari
beberapa studi yang dilakukan diketahui bahwa paritas lebih dari 7 merupakan
faktor resiko terjadinya SSC dengan OR sebesar 4, akan tetapi pada kasus AC
diketahui bahwa pengaruh paritas tidak signifikan (Munoz, et al., 2003) . Berdasarkan studi Gien
LT et al (2010) yang melakukan studi mendalam mengenai adenocarcinoma
mengemukakan bahwa ada beberapa faktor resiko yang selama ini kita kenal sebagai
faktor resiko kanker serviks uteri ternyata tidak signifikan bila dikaitkan
dengan kejadian kasus kanker serviks uteri tipe adeno carcinoma seperti merokok
yang selama ini dikaitkan dengan kejadian SCC ternyata tidak signifikan pada
kasus adeno carcinoma. Kontrasepsi oral yang merupakan salah satu faktor resiko
SCC setelah dilakukan studi dengan jumlah besar pada kasus AC ternyata juga
belum bisa menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada infeksi HPV onkogenik
yaitu HPV tipe 18 dan 16, berdasarkan pengecekan tipe HPV diketahui bahwa pada
kasus AC, HPV tipe 18 memiliki proporsi sebanyak 50% lebih besar dibandingkan
pada kasus SSC yang sebanyak 15% selain itu atributtable
fraction (AF) untuk infeksi HPV tipe 16 dan 18 pada AC menunjukkan
perbedaan yang lebih besar dibandingkan dengan attributable fraction infeksi HPV pada kasus SSC. Perbedaan faktor
resiko ini membuat dibutuhkan diferensiasi intervensi terkait dengan penekanan
jumlah kanker serviks uteri (Gien, 2010) .
Pada penelitian ini diketahui bahwa OR melahirkan lebih dari atau sama
dengan 4 sebesar 1,85 bila dibandingkan dengan wanita yang melahirkan kurang
dari 4 kali CI 95% (1,13-3.02) setelah dilakukan pengendalian variabel kovariat
antara lain pendidikan responden, Pendapatan keluarga, Riwayat kanker keluarga,
kebiasaan merokok, umur hubungan seksual pertama kali, penggunaan pil KB
estrogen, jumlah partner seksual dan riwayat pap smear. Akan tetapi penelitian
ini masih belum melakukan pengendalian pada pengaruh infeksi HPV. Hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh IARC (2003) yang menunjukkan
bahwa paritas 1-2 anak (OR: 1,81), paritas 3-4 anak (OR: 2,55), paritas 5-6
anak (OR: 2,83), dan paritas lebih dari 7 (OR: 3,82) dibanding dengan nulliparous. Paritas dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai jumlah periode penuh kehamilan yang telah
dilalui oleh wanita yang lebih jelasnya sebagai kehamilan minimal 28 minggu dan
diakhiri dengan kelahiran baik itu lahir mati maupun lahir hidup.
Paritas
merupakan faktor resiko kanker serviks uteri terkait dengan banyaknya kehamilan
sehingga dalam proses melahirkan anak mungkin saja memiliki efek trauma
kumulatif ataupun juga karena efek penurunan imunitas tubuh sehingga meningkatkan resiko infeksi HPV. Selain itu juga bisa karena
pengaruh hormonal pada saat kehamilan telah berpengaruh pada serviks yaitu
pengaruh progesterone yang membuat kemungkinan infeksi oleh HPV semakin mudah (Franco, Schlecht, & Saslow, 2003) . Klitsch (2002)
berdasarkan peneliatian yang dilakukan IARC di 8 negara tahun 1987 sampai
dengan 1997, menyatakan bahwa tipe persalinan menjadi salah satu faktor
terhadap kejadian kanker serviks uteri. Pada studi ini memperlihatkan bahwa
pada wanita yang melahirkan hanya dengan cara bedah caesar memiliki pengaruh
yang tidak berbeda dengan wanita yang tidak pernah melahirkan. Nilai odds
meningkat pada wanita yang hanya melahirkan lewat vagina (2,6) dan wanita yang
melahirkan dengan cara keduanya atau lewat vagina dan caesar (2,2). Akan
tetapi, bila dilihat dari riwayat aborsi, terlihat bahwa asosiasi cenderung
protektif dimana pada wanita yang aborsi satu atau dua kali memiliki OR sebesar
0,6 (Klitsch, 2002) .
Penelitian
cross sectional di Yunani terkait pengaruh paritas dengan ekspresi molekul Epithelial cadherin (E-cadherin), sebuah glikoprotein
transmembran yang diproduksi oleh gen supressor tumor pada kromosom 16q22.
E-Cadherin terkait dengan adhesi sel-sel homofilik calcium-dependent dan memiliki peran besar dalam proses
morfogenetik. Pada sel epitelium squamous serviks E-cadherin berada pada tepi
sel basal dan parabasal. Pada epithelium glandular endoserviks E-cadherin
berada pada bagian basolateral. Studi menunjukkan bahwa semakin banyak paritas
semakin rendah kandungan molekul E-cadherin pada membran serviks. Rendahnya
kandungan molekul anti kanker dalam membran serviks ini diduga menjadi salah
satu penjelasan tentang besarnya risiko paritas terhadap kanker serviks uteri.
Hal ini terkait dengan proses trauma dan dilatasi remodelling materi
ekstraseluler pada serviks sehingga kandungan molekul e-cadherin semakin
berkurang (Sioulas, et al., 2008) .
Penelitian
tahun 2006 di Indonesia yang dilakukan di RSCM dengan 74 kasus kanker (45 SSC
dan 25 AD) yang bertujuan untuk melihat pengaruh faktor risiko kanker serviks
uteri, diketahui bahwa paritas > 3 tidak berhubungan dengan prevalensi HPV pada wanita (p: 0,08). Pada penelitian ini
memperlihatkan bahwa paritas > 3 menjadi faktor resiko terjadinya kanker
serviks uteri ditunjukkan dengan OR: 2,7 CI 95% (1,55-4,72) (Akker, Dijkman, Petersy, Fleure, & Boer,
2006) .
Bila dibandingkan hasil OR dengan OR hasil studi, OR pada studi ini efeknya
lebih rendah dibandingkan dengan risiko pada penelitian di RSCM tahun
2006. Hal ini dimungkinkan karena
pengaruh bias yang cenderung under
estimate dan juga dikarenakan tidak dilakukan eksklusi penyakit lain yang
berhubungan dengan pajanan. Pada penelitian di RSCM telah melakukan eksklusi
pada wanita yang memiliki diagnosis atau kecenderungan gejala kanker ginekologi
lainnya, memiliki riwayat histerektomi, sedang hamil, dan mental yang tidak
sehat. Penelitian di RSCM lainnya pada
tahun 2001 yang melibatkan 143 kasus dan 143 kontrol memperlihatkan bahwa
wanita yang melahirkan lebih dari 5 kali memiliki Odds sakit sebesar 3,87 kali
dibandingkan wanita yang melahirkan 0-1 kali dalam interval kepercayaan 95%
(1,38-10,77) (Aziz, 2009) .
Studi
populasi tentang kanker serviks uteri di Kostarika melibatkan 10.077 wanita
dari populasi tersebut kemudian ditemukan 146 kasus dengan HPV positif dan 843
HPV positif yang tidak memperlihatkan tanda kanker serviks. Hasilnya pada
wanita yang melahirkan 3-4 diketahui pada populasi (tidak memperhitungkan
infeksi HPV) OR sebesar 3.7 CI 95% (1,8 - 7,4) sedangkan hanya pada wanita yang positif HPV OR sebesar 3.5
CI 95% (1.7 - 7.2). Diduga adanya pengaruh hormon dalam tubuh (endogenous hormones), nutrisi dan
imunitas tubuh menjadi pengaruh paritas terhadap kanker serviks uteri. Pada
studi ini juga menemukan tidak adanya pengaruh aborsi dan kelahiran dengan cara
caesarean terkait adanya trauma selama proses persalinan (Hildesheim,
et al., 2001) .
Penelitian
lain di Miyagi yang melibatkan 141 kasus kanker serviks dengan 2016 kontrol
menunjukkan hasil yang bertolak belakang dimana nulliparous menjadi faktor
resiko terjadinya kanker serviks uteri. OR yang dihasilkan sebesar 1,96 dengan
CI 95% (1,14-3,36). Berdasarkan penjelasan pada studi ini,
hasil yang inkonsisten dengan penelitian lainnya dimungkinkan terjadi bukan
karena faktor etiologi melainkan faktor lain terkait dengan perilaku, dimana
wanita yang tidak menikah atau nulliparous kurang perhatian dengan kesehatan
ginekologinya sehingga jarang datang ke klinik ginekologi atau pusat skrining.
Keterlambatan pemeriksaaan membuat resiko terkena kanker invasif meningkat.
Penjelasan ini dimungkinkan karena di jepang perilaku skrining berpengaruh pada
terjadinya kanker serviks uteri (Fujita, et al., 2008) .
Studi
tentang hubungan antara displasia serviks dengan paritas yang dilakukan di
wanita umur 20 sampai dengan 63
tahun dengan rata-rata umur 36 tahun di Nigeria menunjukkan bahwa paritas 0-3
menjadi faktor resiko terjadinya displasia serviks dengan OR: 3,1 CI 95%
(0,9–10,6). Pada studi ini juga menemukan tingginya displasia serviks pada
wanita dengan umur muda. Penjelasan dari temuan ini berupa lamanya waktu yang
dibutuhkan dalam perkembangan dari displasia sampai dengan terjadi kanker
serviks uteri memungkinkan selama kurun waktu tersebut seorang wanita
melahirkan (Ogunbowale &
Lawoyin, 2008) .
Pada
penelitian yang melakukan pengujian patologi infeksi pada serviks untuk melihat
gambaran infeksi HPV pada wanita. Dalam kajiannya juga ingin melihat
pengaruh paritas terhadap kanker serviks
uteri, hasilnya terlihat bahwa peningkatan jumlah paritas tidak berhubungan
dengan peningkatan jumlah infeksi HPV pada wanita. Prevalensi infeksi pada
wanita dengan HPV positif dan HPV negatif berdasarkan jumlah paritas tidak
memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Studi lainnya yang ingin mengetahui
pengaruh kehamilan terhadap infeksi HPV menunjukkan tidak ada perbedaan infeksi
HPV pada wanita yang sudah pada tri semester 3 dan wanita yang baru pada awal
kehamilan.
Pada
penelitian IARC (2003) mengindikasikan tentang pengaruh paritas terhadap proses
terjadinya kanker serviks uteri. Konsentrasi estrogen dan progesteron dalam
darah meningkat secara cepat dan mencapai level tertinggi pada minggu akhir
kehamilan. Perubahan hormonal kemungkinan bertanggungjawab terhadap terjadinya
perubahan pada pertemuan antara sel squamous dan columnar epithelium (transformatin
zone) selama kehamilan. Metaplasia skuamousa adalah suatu proses fisologis
dimana sel-se glandular di sepanjang kanal serviks dekat SSK secara bertahap
digantiikan oleh sel-sel pipih (skuamosa) (KEMENKES, 2010) . Eversi dari columnar epithelium diatas ectocervix (ectopy) mulai pada awal
kehamilan dan semakin kuat pada semester ke-2 dan ke-3. Metaplasia sel squamous
juga meningkat selama kehamilan dan mulai pada keadaan maksimum pada
trisemester ke-3. Proses Metaplasia columnar epithelium diatas ektopi serviks
ini yang diduga menjadi faktor resiko terjadinya kanker serviks. Ektopi serviks
semakin banyak sesuai dengan jumlah melahirkan pada seorang wanita oleh
karenanya semakin banyak jumlah melahirkan akan semakin beresiko.
Pada
wanita secara alamiah paparan hormon estrogen dan progesteron mampu mengubah
tampilan serviks. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan bertambahnya jaringan
kelenjar pada permukaan luar bagian serviks atau disebut juga ektopi. Pada
dasarnya ektopi bukan merupakan kondisi patologis tetapi varian dari permukaan
serviks. Penyebabnya diduga terkait dengan paparan hormon internal yang terjadi
pada masa ovulasi, menstruasi atau kehamilan (KEMENKES, 2010) .
Pengaruh
kehamilan terhadap kanker serviks ini terbatas
pada kanker serviks uteri jenis squamous cell carcinoma (SCC), masih pada penelitian yang sama terlihat hal
berbeda pada distribusi efek paritas terhadap kanker serviks uteri tipe
adenocarcinoma. Dari studi yang dilakukan IARC juga memperlihatkan bahwa pada
adenocarcinoma tidak terlihat trend peningkatan resiko berdasarkan jumlah
paritas. Oleh karenanya penjelasan
tentang pengaruh paritas terhadap kanker serviks uteri terbatas jenis squamous cell carcinoma (SCC).
Dampak
membatasi kelahiran pada wanita
Kanker serviks uteri merupakan salah satu masalah
terbesar di dunia terkait dengan besarnya kejadian di banyak negara khususnya
negara berkembang. Akan tetapi kanker serviks merupakan kanker paling sukses
untuk dicegah melalui program pencegahan penyakit di masyarakat yang dilakukan
oleh negara barat yang secara status sosial ekonomi tergolong negara maju.
Teknologi pencegahan serta sistem yang telah dikembang alangkah baiknya bila diikuti oleh
negara lainnya yang berisiko tinggi seperti amerika latin, afrika dan asia (Franco,
Schlecht, & Saslow, 2003) . Sayangnya
terbatasnya kemampuan dalam pengorganisasian sistem skrining sehingga belum
bisa menjangkau keseluruhan populasi karena membutuhkan lebih banyak
infrastruktur dan biaya (Domingo, 2008) serta masih bervariasinya sosial
ekonomi masyarakat (Aziz, 2009) membuat program
pencegahan belum maksimal. Demikian juga di Indonesia sistem skrining dan
registrasi kanker yang belum mencapai semua kasus kanker membuat belum
diketahui secara pasti berapa besar prevalensi kanker serviks uteri di
Indonesia. Oleh karenanya dibutuhkan strategi yang relatif murah serta mampu
menjangkau wilayah yang luas.
Pada
studi ini diketahui bahwa EFe paritas lebih dari 3 kali adalah 46%
yang berarti bila dilaksanakan pengendalian sehingga wanita membatasi
kelahirannya menjadi kurang dari 3 akan mengurangi kasus sampai dengan 46%.
Akan tetapi setelah memperhitungkan estimasi proporsi pajanan di populasi
diketahui bahwa 18,4% kasus di populasi bisa dikurangi. Nilai 18,4% dari studi
ini mungkin berbeda dengan di populasi sebenarnya mengingat faktor pengali
proporsi pajanan hanya merupakan estimasi dan desain studi yang menggunakan matched pairs case control (Lui, 2001) .
International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun
2003 mengemukakan bahwa penurunan multiparitas atau jumlah anak yang dilahirkan
di negara berkembang telah mendorong penurunan jumlah kasus baru dan kematian
akibat kanker serviks uteri. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah kasus di
negara asia dan amerika latin, dimana program skrining masih memberikan efek
minimal (Munoz, et al., 2003) .
Berdasarkan hasil survey World Health Organization (WHO)
tahun 2002 yang melakukan survey tentang efektivitas skrining kanker serviks di
57 negara diketahui bahwa cakupan kasar skrining di negara sedang berkembang (developing country) dan negara telah
berkembang (developed country)
sebesar 44,7% dan 93,6%. Sedangkan untuk cakupan efektif keduanya masih rendah
hanya sebesar 18,5%. Pada studi ini membagi kualitas keikutsertaan skrining ke
2 jenis yang pertama cakupan kasar proporsi wanita 25 sampai 64 tahun yang
melakukan pemeriksaaan pelvis dan cakupan efektif yaitu wanita umur 25 – 64
tahun yang melakukan pemeriksaan pelvis
dan kemudian diulangi lagi tiga tahun berikutnya. Efektifitas skrining yang
masih rendah tentunya akan berakibat fatal bila terus dibiarkan sehubungan
negara berkembang merupakan penyumbang terbesar kasus kanker serviks di dunia (Gakidou,
2002) .
Kemampuan skrining merupakan faktor utama keberhasilan menurunkan insidensi dan
kematian di negara maju. Akan tetapi bila diterapkan di negara yang sedang
berkembang dirasa sulit dalam kepatuhan untuk melakukan test ulang, jumlah
petugas terlatih untuk mengambil spesimen dan interpretasi diagnosis dan juga
biaya (Domingo, 2008) . Dari studi terbaru
dengan menggunakan model berbasis komputer disarankan untuk melakukan test
infeksi HPV minimal sekali pada umur 35 tahun dan 2 kali pada umur 35 sampai 40
tahun hal ini diharapkan mampu mengurangi besarnya biaya yang dikeluarkan guna
pengembangan metode pengendalian kanker serviks di negara sedang berkembang (Kamangar,
2006) .
Berdasarkan model estimasi beban akibat kanker yang
dilakukan Bray et.al (2012) terkait dengan
indikator sosial yaitu Human Development
Index (HDI) dan kejadian kanker di dunia. HDI merupakan ukuran perkembangan manusia yang
dilakukan oleh united nation development
programme (UNDP), yang mengembangkan indikator komposit manusia berdasarkan
angka harapan hidup, akses pada pengetahuan, dan standar hidup (pendapatan
perkapita). Dimana dibagi menjadi menjadi:
low (HDI<0.5), medium (0.5≤HDI<0.8), high (0.8≤HDI<0.9), and very high (HDI≥0.9).
Dalam studi ini indonesia termasuk dalam
HDI medium bersama dengan Cina dan India. Dinyatakan bahwa pada tahun 2030 negara dengan
tingkat medium HDI di perkirakan sudah mampu mengurangi kasus kanker serviks
uteri melalui beberapa cara yaitu mengurangi resiko pada populasi lebih tua
terkait gaya hidup termasuk didalamnya perilaku seksual, rokok, program
vaksinasi, efektifitas skrining serta perkembangan usaha tersier guna
mengurangi terjadinya kematian (Bray, Jemal, Grey, Ferlay, & Forman,
2012) .
Melihat
estimasi yang dilakukan oleh Bray et al seharusnya memperlihatkan kesempatan
bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk melakukakan program pencegahan dan
pengendalian kanker serviks uteri di masa yang
akan datang. Walaupun begitu mengingat keadaan saat ini dimana skrining masih
jauh dari maksimal (Gakidou, 2002) dan variasi tingkat
sosial dan ekonomi, dibutuhkan langkah strategis untuk mengurangi kanker
serviks uteri di wanita. Usaha memperkuat edukasi dan promosi ke masyarakat
untuk mendorong setiap wanita membatasi kelahirannya sehingga tidak lebih dari
tiga merupakan langkah paling strategis. Dinilai paling strategis mengingat
Indonesia juga memiliki badan khusus terkait usaha memperlambat laju
pertumbuhan penduduk yaitu dengan BKKBN terkait program keluarga berencana
serta direktorat lain di lingkungan KEMENKES yang bertanggung jawab dalam usaha
mengurangi angka kematian ibu (AKI). Banyaknya stakeholder potensial yang berfokus pada usaha paritas seorang
wanita, apabila bisa dikoordinasikan dengan baik akan berdampak baik pada
kesehatan masyarakat indonesia terkait dengan pengurangan kasus kanker serviks
uteri di masyarakat.
5.
KESIMPULAN
Paritas atau jumlah melahirkan lebih dari atau sama
dengan 4 meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks uteri pada wanita. Hal
ini dibuktikan dengan model akhir yang menunjukakkan hasil statistik yang
signifikan (< 0,05) dengan CI 95% (1,13-3,02) dan OR sebesar 1,85 setelah
dilakukan pengontrolan pada variabel kovariat lainya
yaitu suku, umur pertama menstruasi, pendidikan responden, Pendapatan
keluarga, Riwayat kanker keluarga, kebiasaan merokok, umur hubungan seksual
pertama kali, penggunaan pil KB estrogen, jumlah pasangan seksual dan riwayat
pap smear.
6.
SARAN
a.
Bagi
Pemerintah
1). Subdit Kanker
Mempromosikan pengendalian kelahiran pada wanita sebagai salah satu bagian
dari program pencegahan kanker serviks uteri yang terkoordinasi dengan
melibatkan pihak–pihak yang juga terkait dengan usaha pengendalian reproduksi
wanita seperti BKKBN, Direktorat Ibu, LSM dan lain-lain.
2). BKKBN
Memperkuat promosi dan edukasi kesehatan reproduksi
wanita wanita terkait dampak negatif multi paritas yang akan meningkatkan
resiko kanker serviks uteri sehingga mendorong mereka untuk ikut serta dalam
program keluarga berencana.
b.
Bagi
masyarakat
Menambah informasi bahwa dengan membatasi jumlah anak
dalam keluarga akan membantu setiap wanita mengurangi resiko terjadinya kanker
serviks uteri, keluarga yang lebih stabil secara ekonomi (pengeluaran akibat
jumlah anggota keluarga) dan terhindar dari menanggung biaya pengobatan kanker
yang mahal di Indonesia.
7.
KETERBATASAN
1. Pengkategorian dan pengukuran variabel (Diagnosis Kanker
Serviks, paritas, pendidikan, pendapatan, status merokok)
2. Keterbatasan informasi (pap smear dan pendapatan)
3. Pengontrolan pengambilan data secara langsung (data sudah
tersedia)
4. Bias
-
Bias seleksi
(keterwakilan populasi sumber, penentuan kasus kontrol)
-
Bias Misklasifikasi (bias investigator,
pengukuran hubungan pertama seksual)
8.
DAFTAR REFERENSI
Ahyani. (2004). Kajian Faktor Threat dan coping
terhadap Partisipasi Wanita dalam program Skrining Kanker Leher Rahim di Biro
Konsultasi Yayasan Kanker Kucala Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Akker, B. V., Dijkman,
A., Petersy, A., Fleure, G., & Boer, M. (2006). Human Papillomavirus Type
18 and Other Risk Factors for Cervical Cancer in Jakarta, Indonesia. Int J
Gynecol Cancer, 1809-1814.
Aziz, F. (2009).
Gynecological Cancer in Indonesia. Journal of Gynecologic Oncology,
8-10.
Becker, G. S.,
Duesenberry, J. S., & Okun, B. (1960). An Economic Analysis of Fertility.
In Universities-National Bureau, Demographic and Economic Change in
Developed Countries (pp. 225 - 256). New York: UMI.
Bray, F., Jemal, A.,
Grey, N., Ferlay, J., & Forman, D. (2012). Global Cancer Transitions
According to The Human Development Index (2008-2030): A Population-Based
Study. THE LANCET, 790-801.
Cammack, M., &
Heaton, T. B. (2001). Regional Variation in Acceptance of Indonesia's Family
Planning Program. Population Research and Policy Review, 565-585.
Colditz, G. A., &
Stein, C. J. (2004). Handbook of Cancer Risk Assessment and Prevention.
Mississauga: Jones and Barlett Publisher Canada.
Dahlan, S. (2008). Statistik
untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
DEPKES RI. (2006). Pedoman
Nasional Pengendalian Penyakit kanker. Jakarta: DITJEN PP & PL DEPKES
RI.
DEPKES RI. (2007). Pedoman
Pengendalian Faktor Resiko Penyakit kanker. Jakarta: DITJEN PP & PL
DEPKES RI.
DEPKES RI. (2007). Pedoman
pengendalian faktor risiko penyakit kanker. Jakarta : DITJEN PP & PL
DEPKES RI.
DEPKES RI. (2009). Pedoman
Penemuan dan Penatalaksanaan Penyakit Kanker Tertentu di Komunitas.
Jakarta: DITJEN PP & PL DEPKES RI.
Domingo, E. J. (2008).
Epidemiology and Prevention of Cervical Cancer in Indonesia, Malaysia,
Philippines, Thailand and Vietnam. Vaccine, 71.
Dupont, W. D. (1988).
Power Calculations for Matched Case Control Studies. Biometrics,
1157-1168.
Fanceshi, S., Plummer,
M., Clifford, G., Sanjose, S. d., Bosch, X., Herrero, R., et al. (2009).
Difference In The Risk Of Cervical Cancer and Human Papilloma Virus Infection
By Education Level. British Journal of Cancer, 865-870.
Franco, E. L., &
Duarte-Franco, E. d. (2001). Cervical Cancer: Epidemiology, Prevention and
Role of Human Papilloma Virus Infection. Canadian Medical Association
Journal, 1017.
Franco, E. L.,
Schlecht, N. F., & Saslow, D. (2003). The Epidemiology of Cervical Cancer.
Cancer J, 348 - 359.
Fujita, M., Tase, T.,
Kakugawa, Y., Hoshi, S., Nishino, Y., Nagase, S., et al. (2008). Smoking,
Earlier Menarche and Low Parity as Independent Risk Factor for Gynecologic
Cancer in Japanese: A Case Control Study . Tohoku J. Exp. Med.,
297-307.
Gakidou, E. (2002).
Coverage Of Cervical Cancer Screening in 57 Countries: Low Average Levels and
Large Inequalities . PLoS Medicine, 132.
Gertsman, B. B.
(2003). Epidemiology kept simple: an introduction to classic and modern
epidemiology. Canada : Wiley Liss Inc.
Gien, L. (2010).
"Adenocarcinoma: A Unique Cervical Cancer. Gynecologic Oncology,
140.
Giuliano, A. R.
(1998). Can Dysplasia and Cancer Be Prevented With Nutrien? Nutrition
Reviews, Vol. 56 No. 1.
Hildesheim, A.,
Herrero, R., Castle, P., Wacholder, S., Bratti, M., Sherman, M., et al.
(2001). HPV Co-Factors Related to The Development of Cervical Cancer: Results
From a Population-Based Study in Costa Rica. British Journal of Cancer,
1219–1226.
International Agency
for Research on Cancer. (2008). Globocan 2008 (IARC) Section of cancer
information. www.globocan.iarc.fr
Kamangar, F. (2006).
Pattern of Cancer Incidence, Mortality and Prevalence Accros Five Continents:
Defining Priorities to Reduce Cancer Disparities in Different Geographic
Region of The World. Journal of Clinical Oncology, 2137.
KEMENKES. (2010). Buku
Acuan Pencegahan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Jakarta: DITJEND
PP&PL.
KEMENKES RI. (2010). Riskesdas
2010. Jakarta: BALITBANGKES KEMENKES RI.
Kementrian Kesehatan
RI. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi KEMENKES RI.
Kleimbaum, D. G.,
Kuppler, l. L., & Morgenstern, H. (1982). Epidemiologic Research.
New York: John Wiley & Son, Inc.
Kleimbaum, Kupper,
Nizam, & Muller. (1998). Applied Regression Analysis And Other
Multivariate Methods. California: Thompson Brooks/Cole.
Klitsch, M. (2002).
Long Term Pill Use, High Parity Raise Cervical Cancer Risk Among Women with
Human Papilloma Virus Infection . International Family Planning
Perspectives, 176.
Lemeshow, S., David W,
H., Klar, J., & Lwanga, S. K. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lui, K. J. (2001).
Interval Estimation of The Attributable Risk in Case Control Studies With Matched Pairs. Journal of Epidemiology and
Community Health, 885-890.
Munoz, N., Franceshi,
S., Bosetti, C., Moreno, V., Herrero, R., Smith, J. S., et al. (2003). Role of
Parity and Human Papilloma Virus in Cervical Cancer: The IARC Multicentric
Case Control Study. THE LANCET, 1093-1101.
Murti, B. (1995). Prinsip
dan metode Riset Epidemiologi . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ogunbowale, T., &
Lawoyin, T. O. (2008). Cervical Cancer Risk Factors and Predictors of Cervical
Dysplasia Among Women in South-West Nigeria. National Rural Health Alliance,
338–342.
Oktavia, S. (2010). Hubungan
Riwayat Reproduksi dan Pola Konsumsi Terhadap Neoplasma Intra Epitel Serviks
(NIS) di Puskesmas Pilot Project Deteksi Dini Kanker Serviks Kabupaten
Karawang. Depok : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat PS Universitas
Indonesia.
Rasjidi, I. (2009).
Epidemiologi Kanker Serviks. Indonesian Journal of Cancer, 3.
Regateiro, F. J.,
& Coimbra, H. A. (2001). Genetics of Hereditary Cervical Cancer. CME
Journal of Gynecologic Oncology, 371–376.
Schiffman, M., Castle,
P., Jose, J., Rodriguez, A., & Wacholder, S. (2007). Human Papilloma Virus
and Cervical cancer. The Lancet, 890 - 907.
Simou, E., Nikos, M.,
Athanasios, P., Emanouel, F., & Georgia, K. (2010). Factors Associated
with the Use of Pap Smear Testing in Greece. Journal of Women’s Health,
1577-1585.
Sioulas, V.,
Lambrinoudaki, I., Politi, E., Kyroudi, A., Sergentanis, T. N., Panoulis, C.,
et al. (2008). Parity is Associated With Lower Cervical E-cadherin Expression
in Postmenopausal Women. Japan Society of Obstetrics and Gynecology,
1043–1048.
Sjamsuddin, S. (2001).
Pencegahan dan deteksi Dini Kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran,
133.
Surbakti, E. (2005). Pendekatan
Faktor Resiko Sebagai Rancangan Alternatif dalam Penanggulangan Kanker serviks
Uteri di Rumah Sakit Pimgadi Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Timely Data Resources.
(2010). Cervical cancer; Malignant Neoplasm of Cervix Uteri. Capitola:
Timely Data Resources, Inc.
Withers, M., Kano, M.,
& Pinatih, G. N. (2010). Desire for More Children, Contraceptive Use and
Unmet Need for Family Planning in a Remote Area of Bali, Indonesia. Journal
Biosocial Science, 549-562.
World Health
Organization. (2003). Indonesia and Family Planning: An Overview. New
Delhi: The Department of Family and Community Health, World Health
Organization, Regional Office for South-East Asia,.
Zheng, T. Z. (1998). Principles
of Epidemiology. Yale University School of Public Health.
Zuraidah, E. (2001). Faktor-Faktor
Risiko Kanker Leher Rahim Jenis Karsinoma Sel Skuamosa di RSUPN DR. Cipto
Mangun Kusumo Jakarta . Jakarta: PS FKM Universitas Indonesia.